Menyelami Jiwa “Darpana”: Bincang Penuh Makna dengan Dua Otak KreatifnyaJombang,
3 Agustus 2025 – Pementasan teater “Darpana” sukses memukau penonton dengan alur cerita yang menyentuh, lucu , dengan bahasa ringan tapi sarat makna dan visual panggung yang memikat. Namun di […]

3 Agustus 2025 – Pementasan teater “Darpana” sukses memukau penonton dengan alur cerita yang menyentuh, lucu , dengan bahasa ringan tapi sarat makna dan visual panggung yang memikat. Namun di balik sorotan lampu dan tepuk tangan meriah, ada sekelompok orang yang bekerja dalam diam: tim belakang layar. Mulai dari sutradara, penulis naskah,penata artistik, tata rias, hingga tim dokumentasi, semua berperan penting dalam kelancaran pertunjukan.
Salah satu sosok kunci yaitu Imam Ghozali atau sering disapa dengan panggilan Mbah Imam, sang sutradara senior teater yang energik dan visioner. Dalam bincang chat via WA matajombang.com menanyakan tentang apa latar belakang Imam Ghozali selaku sutradara dalam pemilihan lakon Darpana dan beliau memberikan keterangan, “ Bahwa Darpana itu merupakan satu cermin, ruang kontemplasi atau ruang refleksi buat siapa saja. Karena dalam Darbana itu berdisah tentang orang-orang yang PPS.PPS itu apa? PPS itu adalah Post Power Syndrome.
Jadi Post Power Syndrome itu bisa menjanggiti siapa saja. Tidak hanya orang-orang yang pernah mempunyai satu pengaruh yang cukup besar di masyarakat, tetapi bisa mengenai siapa saja. Jadi ini sebagai satu ruang belajar bagi siapapun juga.
Secara sederhana, ada dua sebab umum Post Power Syndrome (PPS), yakni ketidakmampuan atau ketidakgesitan dalam melakukan penyesuaian diri. Hilangnya rutinitas yang sebelumnya dijalani tidak segera mendapatkan pengganti rutinitas bermakna yang memenuhi tujuan hidup.
Kedua, merasa tidak lagi memiliki pengaruh atau status sosial setelah tidak lagi memiliki posisi tertentu, meskipun tidak jarang sifatnya sangat subyektif. Ia sering merasa tidak lagi dihargai, tidak lagi dihormati, dan merasa tidak relevan dalam lingkungan sosialnya.
Faktor kedua ini bisa terjadi pada orang yang segera menemukan rutinitas baru sesudah pensiun, tetapi terutama terjadi pada mereka yang tidak lagi memiliki aktivitas yang dianggap bermakna.”
Selanjutnya pertanyaan tentang bagaimana perasaan terhadap hasil pementasan 2 hari kemarin ? dalam hal ini Imam Ghozali menjawab , “ Kemudian soal perasaan ku sih bahwa tentu masih belum puas dalam pengertian, Kami itu masih harus tetap belajar bagaimana membuat satu peristiwa literasi atau peristiwa kebudayaan yang secara bentuk dan secara isi itu dialogis. “
Tak kalah penting, Fandi Ahmad sebagai penulis naskah Darpana menjawab pertanyaan matajombang.com tentang apakah penulisan naskah ini adalah merupakan pesanan dari sang sutradara . “Bukan c cak , leek pesanan setradara bukan, jadi naskah itu dipilih untuk diadaptasi melalui forum rapat di sanggar. “
Sedang tentang apakah ada kesulitan dari sang Actor menerjemahkan hasil tulisannya, Fandi Ahmad menjawab, “Terus untuk kesulitan apa ndak, sebenarnya memang naskahnya Pak Nano ( N Riantiarno ) ini luas, panjang dan luas, jadi kalau untuk diadaptasi ulang itu sangat memungkinkan dan tidak begitu berat sebenarnya.”
Sedang apakah Fandi Ahmad sudah merasa puas ? “Kalau puas atau tidak, ini setradara, ini harusnya yang bisa menjawab. Tapi yang jelas, selama mendampingi latihan karena saya sebagai manager latihan, memang progres dari aktor-aktor magang itu cepat sebenarnya, karena kita prosesnya tiga bulan. Perkembangan prosesnya baik menurut saya, bahkan bisa dikatakan sangat cepat.”
Pementasan “Darpana” membuktikan bahwa keberhasilan sebuah karya seni bukan hanya ditentukan oleh aktor di panggung, tetapi juga oleh mereka yang setia bekerja di balik layar. Mereka adalah cermin dari dedikasi dan cinta pada dunia teater.
Writer: Ki Wasis
Editor: Redaktur