Rapah Ombo ; Diantara Kemanusiaan dan Peradaban “Brigjen Kretarto, Warga,dan Perhutani” (2)
Jombang, 15 Mei 2023 –Pada masa perang kemerdekaan ada tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang datang ke dusun Rapah Ombo untuk dibuatkan tempat tinggal sementara, dulu mereka membuatkan di dusun Kedungdendeng […]

Jombang, 15 Mei 2023 –Pada masa perang kemerdekaan ada tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang datang ke dusun Rapah Ombo untuk dibuatkan tempat tinggal sementara, dulu mereka membuatkan di dusun Kedungdendeng (kala itu masih hutan belantara) kalau sekarang titik lokasinya berada di selatan SDN Kedungdendeng untuk bersembunyi. Ketika dirasa aman barulah mereka pindah ke dusun Rapah Ombo, Brigjen Kertarto disebut warga dengan nama lain Pak Keret.
Kurang lebih setahun mereka di sana , pagi beraktifitas layaknya warga sedangkan malam hari mereka bergerilya dengan menyerang Tangsi militer atau barak (barrack) adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal atau asrama sementara bagi para prajurit atau personel militer Belanda di Ploso dan Sukorame.
Pernah suatu ketika pasukan Brigjen Kretarto diserang dengan meriam karena lokasinya yang susah maka jarak meriam itu hanya menyentuh dusun Mbunten (sekarang) tidak sampai Rapah Ombo karena letaknya di selatan gunung Selo Lanang dan gunung Kemenyan dan masih hutan belantara sehingga pasukan Belanda tidak mengira di dalamnya ada penghuninya.
Lama kelamaan Pasukan Belanda akhirnya mengetahuinya sehingga pasukan Belanda yang berada di tangsi Ploso dikerahkan untuk memburunya ke sana, dan Brigjen Kretarto atau dikenal warga dengan nama Pak Keret menyadarinya maka merekapun akhirnya pindah lokasi dan pasukan Belanda yang marah dan kecewa membumi hanguskan dusun Rapah Ombo.
Warga dan pasukan pak Keret hanya bisa melihat asap dari persembunyian, baru setelah dirasa aman mereka kembali dan hanya 2 rumah yang tidak terbakar atau mungkin tidak dibakar yaitu rumah mbah Lasio dan mbah Surosono.
Saat sudah merdeka , Pak Keret datang lagi ke Rapah Ombo berkunjung dan menunjuk mbah Ban sebagai kepala dusun Rapah Ombo dan memberikan kenang-kenangan sebidang tanah di sebelah barat dusun dan sebelah timur dusun. Selain itu juga diberikan surat kuasa atas tanah Kedungdendeng pada beliau. Surat itu menyatakan jika TNI tidak membutuhkan maka boleh ditempati.
Pada suatu hari, Perhutani meminjam surat petak tanah yang diberikan Brigjen Kretarto untuk dirubah petak Perhutani dan surat itu tidak pernah diberikan pada warga malah ditangkap dan dipenjara dengan alasan menebang kayu tanpa ijin. Menurut Perhutani, memang tanah milik warga tapi kayu milik Perhutani.

18 kepala keluarga ditangkap dan dipenjara sedang anak dan istrinya dibiarkan tinggal di rumah. Sebenarnya mereka rela asal kepemilikan tanah diberikan atau dilegalkan status tanah mereka . Saat para lelaki di penjara, para istri diminta tanda tangan yang isi suratnya mereka tidak tahu karena mereka saat itu buta huruf.
Saat para lelaki keluar dari penjara, mereka disuruh tanda tangan sebuah surat ganti rugi atas tanaman yang ditebang Perhutani untuk diganti dengan tanaman pohon jati. Mereka pasrah karena ketidaktahuan mereka atas isi surat itu, hanya mereka merasa telah dibohongi.
Pernah warga Rapah Ombo mendatangi Perhutani dengan dipimpin oleh Maripen (dikenal dengan sebutan Pak Ten) tetapi tidak berhasil. Kala itu mantri Perhutani bernama Mantri Sumo, Dia sangat ditakuti. Pernah mantri Sumo terbersit hendak dibunuh warga Rapah Ombo tetapi wurung (tidak jadi) karena mereka takut dipenjara. Akhirnya Pak Ten meninggal , desas desusnya di teluh. Hal itu membuat warga semakin takut. Kini tanah pemberian pak Keret hanya tinggal kenangan dan cerita entah sampai kapan ? Wallahu a’lam bishawab.(Had)
Writer: Hadi
Editor: admin