Home Esai Kemana Perginya Emha (Cak Nun)?
Esai

Kemana Perginya Emha (Cak Nun)?

Jombang, 4 Juni 2025 –  Dua Mimpi Tentang Cak Nun. Sekitar seminggu sebelum Cak Nun dikabarkan sakit dan rawat intensif setelah acara di Jakarta, saya bermimpi tentang CN. Dalam mimpi, […]

Jombang, 4 Juni 2025 –  Dua Mimpi Tentang Cak Nun.

Sekitar seminggu sebelum Cak Nun dikabarkan sakit dan rawat intensif setelah acara di Jakarta, saya bermimpi tentang CN. Dalam mimpi, CN duduk di kursi teras rumah Pak Wo Ji Dowong yang berjarak 50 meter berhadapan dengan mosholla. Pak Wo Ji alm orangnya pendiam, tidak banyak ngomongin orang, tekun gugun. CN tampak pandangan kosong seolah ada yang hilang dari masa lalunya. Tidak dialog dengan tetangga juga tidak diajak dialog. Sendirian.

Saya kadang datang bikinkan kopi, diskusi ringan. “Sampean itu orang besar yang tak tergantikan. Lihat karya karya buku Selilit Sang Kiai, Indonesia Bagian Dari Kampung Halamanku bahkan pentas baca puisi dalam Presiden Balkadabah. Puisi Balkadabah bagi saya tetap kuat sebagai puisi ketika era puisi pongah sekian lama melambat setelah era Soetrdji Calzeum Bachri.” CN lalu berdiri dari kursi, seperti menemukan semangat kembali.

Mimpi ini saya chatkan wa dengan salah satu JM Malang dan ternyata JM juga mengalami mimpi yang sama di malam yang sama. Makanya ketika mendengar kabar CN sakit, kami para pemimpi tidak heran. Seperti ada kabar yang kami tangkap tentang CN dari balik dunia nyata. Jika ditulis, hampir semua JM mengalami mimpi mimpi bersama CN.

Saya mimpi lagi tentang CN ketika Ramadhan, 2025. CN di teras belakang rumah sambil menyaksikan banyak anak muda latihan kreativitas di teras musholla depan rumah saya. Saya tidak dialog khusus, CN hanya menyaksikan ketika saya memberi arahan konsep berkesenian dan pemanggungan. Melihat kami, CN serasa satu gelombang. Dalam mimpi Ramadhan lalu CN terlihat saat usia 35 dulu.

Saya sempatkan mencari kabar terbaru tentang CN dari beberapa jamaah terdekat sekaligus mendalami sejauh mana kegelisahan JM sekian waktu tanpa dihadiri CN. Informasinya CN pulang dan berhari raya di Menturo dengan pertemuan terbatas dengan jamaah. Dalam arti tidak semua diperbolehkan bersalaman melainkan bergilir berdasar jamaah terdekat yang sudah dikenal kiprahnya sejak lama. Kondisi masih sakit tentu berbeda dengan kondisi sehat bugar. Bahkan kabar terakhir CN di salah satu RS di Jakarta namun menghadirkan dokter spesialis dari Jepang. Rumah sakit dan siapa yang membiayai pengobatan tidak saya sebut, jelas bukan makhluk kalenglah. Tapi yang terpenting adalah bahwa Dokter Jepang mengatakan bahwa tubuh CN sudah bersedia untuk sembuh. Artinya, sebelumnya bukan CN tidak lekas sembuh, tapi CN sendiri belum ingin sembuh. Aneh to? CN memang beda dengan tarikat orang lain.

Saya juga mendengar lahirnya buku Antologi bersama tentang CN yang ditulis oleh tokoh tokoh dari luar penggiat Maiyah. Apakah di dalamnya ada tulisan Prabowo, Ulill Abshor Abdillah, Dahlan Iskan? Saya belum membacanya.

Tetes Cak Zaky.

Selama CN rawat rumah saya memantau perkembangan dari tulisan Cak Zaky pada Rubrik Tetes web Maiyah. Saya membaca terbalik dari tulisan Cak Zaki. Jika CZ menceritakan CN membaik artinya malah sebaliknya. Demikian juga ketika alur mengkritis. Sambil membaca Tetes saya bergumam, “hancurit, tulisan CZ jebule yo mbois, jelas, ringkas padat bergaya Ndahlan Iskan.” Tapi sesungguhnya kita tidak sebenarnya tahu apakah CN sakit betulan ataukah setingan konsep pergerakan untuk mubadzir melontarkan pemikiran di era kreator digital yang pemikiran siapapun bisa dicopas bantai unggahan akun demi folower dan monetasi. Dalam hal ini baik JM atau pengejar jam tayang hanya datang untuk syuting dan unggah akun. Tidak ada tokoh apalagi kelas wartawan bisa menemui CN secara langsung. Baru kali ini ada seorang tokoh besar negara yang tidak bersedia bertemu para petinggi negara. CN tidak hanya memilih jalan sunyi melainkan bertapa di ruang senyap.

Indonesia? Tanpa? Cak Nun?

Saya mendingkik beberapa unggahan media JM, rata rata masih menginginkan CN seperti 10-45 tahun lalu. Saya juga bertanya langsung pada JM yang saya temui, jawabannya sama. JM lupa hukum alam bahwa kealaman manusia ada fase wa man nu’ammirhu nunakishu. Menginginkan CN di forum tiap hari siang malam bukan lagi sayang, melainkan menjlomprongkan secara perlahan. CN juga wajib menjaga stamina dan kewajiban keluarga. Kita sudah alami beberapa waktu JM dan Indonesia tanpa CN. Apa yang terjadi? Dunia dan Indonesia diapahami sebagai akhir jaman hanya oleh orang yang pesimis, sakit hati, tidak ekspektatif yang dicita inginkan. Indonesia kini lebih tegas berantas korupsi, bikin kas negara yang berbeda dengan kas pemerintah, berani membela rakyat dan memanggil tanggung jawab oligarki adalah bagian dari cita cita CN yang terwujud. Bahkan perbaikan sistem sosial negara di segala bidang adalah suar budayawan dan pejuang kemanusiaan. Lantas apalagi yang akan dikritisi? Baik harus di dukung sambil memantau jika ada kesalahan baru diluruskan. Itu saja. Indonesia sekarang bergerak menuju Cak Nunisme dalam Balkadabah. Kritik CN terhadap presiden masa lalu dilakukan juga oleh banyak tokoh dan mahasiswa sebagai folower pemikiran CN.

Lincak Sastra Jombang 27 Mei 2025

Writer: Sabrank Suparno. Banyak menuliskan tema tema Padhang Mbulan dalam benttuk esai warta dan tersebar gratis di berbagai unggahan web.

Editor: admin

Previously

Gandrung Institut Dan Lakon Panoptikon.

Next

Hari Lingkungan Hidup Sedunia Vs Diduga Kasus Perusakan Ekosistem Raja Ampat

admin
Author

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mata Jombang
advertisement
advertisement